Kamis, 03 November 2011
Dulu
Dahulu..
Si Asa yang nelangsa pernah memiliki teman karif
Seorang teman dari keluarga yang super berkecukupan
Kebaikanya melalui materinya selayaknya salju di musim dingin
Tampak putih bersih namun terasa dingin
Dingin menggigilkan kulit ari si nelangsa yang menghindari nestapa
Memiliki teman merupakan suatu kebanggaan
Apalagi teman karif..
Teman setia yang tak ingin direbut oleh yang lain, apalagi dengan musuh
Musuh dalam peperangan terselubung nan dingin
Keeratan yang tak ingin digeser oleh yang lain
Secara status.. mungkin tampak selayaknya bumi dan langit
Tapi inilah persahabatan, yang kata orang tak kenal status
Dia amat sangat baik hati, peduli ama Si Asa yang nelangsa
Dia amat sangat terbuka, menganggap Asa Nelangsa ada dan mereka bercerita lepas
Kebersamaan mereka layak diacungi jempol
Ngobrol bersama, makan bersama, kesana kemari bersama
& hidup Si Asa menjadi lebih bermakna, Si Asa tak lagi merasa nelangsa. “Asyiiik” batinya.
Ada kerikil yang tak sengaja terinjak oleh kaki-kaki 2-insan yang memadu pertemanan
“Uuhg.. sakit kakiku” pekik Si Asa yang biasanya tiada mengeluh
Tanpa disadari ternyata si teman karif terduduk lunglai penuh darah di telapak kakinya.
Kerikil demi kerikil..
Kerikil mungil dengan sudut-sudut tajam
Sudut tajam yang mampu merobek kulit
dan telapak kaki yang semestinya mulus, kini tak lagi indah
Selayaknya persahabatan mereka yang kini tak lagi seindah dahulu
Si Asa tak ingin menyalahkan kerikil
“Kerikil tak bersalah” pikirnya
“bukankah kerikil juga merasa sakit saat kaki-kaki berat menginjaknya”
“Salah si kaki, mengapa tak pakai alas kaki” perenunganya yang belum berhenti
Si Asa yang tadinya merasa tak lagi nelangsa, kini merasakan kenestapaan rasa bersalah
karena menginjak kerikil bersudut tajam nan runcing, hingga sudut lancipnya PATAH
Rasa bersalah yang menghantui seiring ketidakberdayaan untuk memperbaiki
Kata maaf bukan penyelesaian.. dan tak dapat mengubah peristiwa yang telah terjadi
Teman karif selalu peduli, selalu perhatian dan baik hati
Ketidakhatiannya menginjak kerikil membuatnya lebih sensitive, lebih peka dan perasa
Sang teman karif terkejut
menyaksikan Si Asa yang akraf dengan kerikil
“Tak rela, tak rela Si Asa temanku dekat dengannya (kerikil)” geram teman karif
“Rasa bersalah tak rasionalis jika mendekati si kerikil jahat”
“si kerikil yang telah melukai kakiku”
“Kerikil jahaaat” teriaknya
dan air mata meleleh tak terhindarkan
tangis dan amarah yang beradu menjadi padu, selayaknya gunung yang bergoncang melelehkan lahar
Terisak.. siapa yang peduli kini?
dan berkas luka di telapak kaki yang tadinya sudah mengering..
kini terpancar cairan merah nan kental berupa NANAR DARAH kekecewaan
“Menghantam tembokpun.. akan percuma” guman teman karif yang bermandikan air mata
Kisah telah terpahat
Cerita telah terukir
Sejarah telah menulis
Si Asa adalah penghianat, sang pengianat kejam
“meninggalkan diriku untuk dia si kerikil jahat” kata teman karif tak terima
“semestinya engkau membenci kerikil”
“dia yang telah melukai kaki kita”
“kenapa kau berpaling? Katamu kau juga membencinya?”
“kenapa kini kau merasa bersalah padanya”
“kau penghianat.. PENGHIANAAT !!!” teriaknya keras
1 tahun kemudian
Si Asa menyadari kesalahanya, meski dia masih ragu.. apakah itu kesalahan??
Si Asa meminta maaf kepada teman karifnya yang dulu sempat ditinggalkanya
Permintaan maaf berlangsung secara illegal
tanpa jabat tangan, tanpa senyum, tanpa pelukan dan tanpa bunga ataupun secangkir teh hangat
melainkan dengan kata-kata tingkat rendah yang tak dimengerti, dengan rangkaian kata yang sok puitis, dengan sikap memalukan yang teracuhkan
Si Asa meminta maaf dengan kata
karena kata yang membuatnya merasa hidup
Perlahan.. pertemanan yang sempat beku itu telah mencair
Kalor yang terpancar terasa begitu hangaat
Kedekatan mulai terjalin
Senyum itu merekah
Namun tak sedekat dahulu
dan rekah senyum itu.. tak selepas dahulu
“Setidaknya kini engkau bersedia tersenyum untuk diriku” batin Si Asa sejenak meratapi nasip
Sukoharjo, September 2011
Hidayah Novi S. L
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar